Undang-undang ITE kembali memakan korban. Mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknun terpaksa harus berurusan dengan h...
Undang-undang ITE kembali memakan korban. Mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknun terpaksa harus berurusan dengan hukum. Diduga ia telah merekam dan menyebarkan rekaman perbincangan kepala sekolah yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Ibu yang memiliki tiga anak ini menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Mataram Kamis (4/5/2017). Agenda sidang perdana ini adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang tersebut, Nuril didakwa dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Pendistribusian itu dilakukan pada bulan Desember 2014 pukul 14.00 Wita di halaman kantor Dinas Kebersihan Kota Mataram.
Kronologis kejadian menurut dakwaan yang dibacakan JPU, Ida Ayu Putu Camundi Dewi, SH, awalnya pada Agustus 2012 sekitar pukul 16.30 Wita bertempat di rumah terdakwa di BTN BHP Telagawaru Desa Parampuan Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat. Terdakwa menerima telphone dari saksi korban Haji Muslim. Pada perbincangan tersebut saksi korban Haji Muslim menceritakan rahasia pribadinya kepada terdakwa melalui telepon. Namun, terdakwa tanpa sepengetahuan korban merekam pembicaraan tersebut menggunakan 1 satu unit Hp Nokia warna hitam milik terdakwa.
Kemudian pada Desember 2014 bertempat di halaman kantor Dinas Kebersihan Kota Mataram di jalan Sandubaya Kecamatan Sandubaya Kota Mataram, terdakwa diantar oleh saksi Husnul Aini menemui saksi Lalu Agus Rofik meminta HP Nokia milik terdakwa yang dipinjam oleh saksi Lalu Ragus Rofik. Selanjutnya beberapa jam kemudian datang saksi Haji Imam Mudawin.
Baca juga: Dijerat UU ITE, Aktivis Perempuan Sebut Nuril Korban Dugaan Pelecehan Oknum Kepala Sekolah
Terdakwa langsung menyerahkan 1 unit HP Nokia warna hitam miliknya yang berisikan rekaman pembicaraan korban kepada saksi Haji Imam Mudawin. Terdakwa pun berpesan Pak haji saja yang saya kasi rekaman ini, orang lain tidak ada saya kasi.
Selanjutnya terdakwa mendistribusikan/mentransmisikan rekaman pembicaraan korban menggunakan alat elektronik berupa 1 unit Hp merk Nokia miliknya. Ia memasukkan kabel data ke HP miliknya yang kemudian dihubungkan ke Laptop Note Book Merk Toshiba warna coklat milik saksi Haji Imam Mudawin.
Berdasarkan hasil transkrip dan terjemahan audio berbahasa Sasak dari kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat Nomor: 1485/G5.21/KP/2016 tanggal 17 November 2016 yang ditandatangani oleh Dr. Syarifuddin, M.Hum terdakwa mendistribusikan/ mentransmisikan rekaman yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Akibat perbuatannya Nuril didakwa dengan Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 45 ayat 1 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1000.000.000 (satu miliar rupiah).
Sementara itu, Penasihat Hukum terdakwa, Aziz Fauzi, SH sangat menyayangkan sikap pelapor yang menurut Aziz seharusnya sebagai atasan membina bawahannya. Namun, justru dia yang mempraktekkan prilaku-prilaku yang tidak semestinya.
“Pelapor tanpa hak menelpon secara pribadi dalam hal ini bawahannya yaitu terdakwa yang sudah berkeluarga dan menyampaikan pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan,” kata Aziz usai persidangan.
Ia juga menyayangkan gara-gara kasus ini terdakwa diberhentikan dari pekerjaannya. Ia menilai pihak penyidik menggunakan kacamata kuda dan cenderung terburu-buru dalam menangani kasus ini. Seharusnya melalui gelar perkara terlebih dahulu. Bahkan ia menyatakan kliennya telah dilecehkan secara seksual oleh pelapor karena telah menyampaikan pernyataan yang melanggar kesusilaan. Bahkan menurutnya seharusnya yang diproses itu pelapor karena telah memenuhi ketentuan pasal 27 ayat 1. Aziz menilai pelapor tanpa hak menelpon istri orang lain dan menyampaikan pernyataan-pernyataan yang melanggar kesusilaan.
Terkait dakwaan, menurut Aziz terdapat fakta yang dikaburkan yaitu bagaimana rekaman yang ada pada terdakwa berpindah ke orang lain. Padahal rekaman tersebut berpindah karena diminta orang lain dan diberikan setelah dua minggu.
Aziz menilai tidak diungkapnya motif terdakwa memberikan rekaman kepada orang lain dalam dakwaan oleh JPU sebagai sesuatu yang sangat fatal. Hal itu bertentangan dengan ketentuan pasal 143 ayat2 huruf b KUHAP di mana dakwaan harus dirumuskan secara cermat, jelas dan lengkap. “Sehingga dakwaan penuntut umum ini seharusnya dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan,” tandasnya seperti dilansir dari SuaraNTB.com.
Ibu yang memiliki tiga anak ini menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Mataram Kamis (4/5/2017). Agenda sidang perdana ini adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang tersebut, Nuril didakwa dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Pendistribusian itu dilakukan pada bulan Desember 2014 pukul 14.00 Wita di halaman kantor Dinas Kebersihan Kota Mataram.
Kronologis kejadian menurut dakwaan yang dibacakan JPU, Ida Ayu Putu Camundi Dewi, SH, awalnya pada Agustus 2012 sekitar pukul 16.30 Wita bertempat di rumah terdakwa di BTN BHP Telagawaru Desa Parampuan Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat. Terdakwa menerima telphone dari saksi korban Haji Muslim. Pada perbincangan tersebut saksi korban Haji Muslim menceritakan rahasia pribadinya kepada terdakwa melalui telepon. Namun, terdakwa tanpa sepengetahuan korban merekam pembicaraan tersebut menggunakan 1 satu unit Hp Nokia warna hitam milik terdakwa.
Kemudian pada Desember 2014 bertempat di halaman kantor Dinas Kebersihan Kota Mataram di jalan Sandubaya Kecamatan Sandubaya Kota Mataram, terdakwa diantar oleh saksi Husnul Aini menemui saksi Lalu Agus Rofik meminta HP Nokia milik terdakwa yang dipinjam oleh saksi Lalu Ragus Rofik. Selanjutnya beberapa jam kemudian datang saksi Haji Imam Mudawin.
Baca juga: Dijerat UU ITE, Aktivis Perempuan Sebut Nuril Korban Dugaan Pelecehan Oknum Kepala Sekolah
Terdakwa langsung menyerahkan 1 unit HP Nokia warna hitam miliknya yang berisikan rekaman pembicaraan korban kepada saksi Haji Imam Mudawin. Terdakwa pun berpesan Pak haji saja yang saya kasi rekaman ini, orang lain tidak ada saya kasi.
Selanjutnya terdakwa mendistribusikan/mentransmisikan rekaman pembicaraan korban menggunakan alat elektronik berupa 1 unit Hp merk Nokia miliknya. Ia memasukkan kabel data ke HP miliknya yang kemudian dihubungkan ke Laptop Note Book Merk Toshiba warna coklat milik saksi Haji Imam Mudawin.
Berdasarkan hasil transkrip dan terjemahan audio berbahasa Sasak dari kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat Nomor: 1485/G5.21/KP/2016 tanggal 17 November 2016 yang ditandatangani oleh Dr. Syarifuddin, M.Hum terdakwa mendistribusikan/ mentransmisikan rekaman yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Akibat perbuatannya Nuril didakwa dengan Pasal 27 ayat 1 dan Pasal 45 ayat 1 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1000.000.000 (satu miliar rupiah).
Sementara itu, Penasihat Hukum terdakwa, Aziz Fauzi, SH sangat menyayangkan sikap pelapor yang menurut Aziz seharusnya sebagai atasan membina bawahannya. Namun, justru dia yang mempraktekkan prilaku-prilaku yang tidak semestinya.
“Pelapor tanpa hak menelpon secara pribadi dalam hal ini bawahannya yaitu terdakwa yang sudah berkeluarga dan menyampaikan pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan,” kata Aziz usai persidangan.
Ia juga menyayangkan gara-gara kasus ini terdakwa diberhentikan dari pekerjaannya. Ia menilai pihak penyidik menggunakan kacamata kuda dan cenderung terburu-buru dalam menangani kasus ini. Seharusnya melalui gelar perkara terlebih dahulu. Bahkan ia menyatakan kliennya telah dilecehkan secara seksual oleh pelapor karena telah menyampaikan pernyataan yang melanggar kesusilaan. Bahkan menurutnya seharusnya yang diproses itu pelapor karena telah memenuhi ketentuan pasal 27 ayat 1. Aziz menilai pelapor tanpa hak menelpon istri orang lain dan menyampaikan pernyataan-pernyataan yang melanggar kesusilaan.
Terkait dakwaan, menurut Aziz terdapat fakta yang dikaburkan yaitu bagaimana rekaman yang ada pada terdakwa berpindah ke orang lain. Padahal rekaman tersebut berpindah karena diminta orang lain dan diberikan setelah dua minggu.
Aziz menilai tidak diungkapnya motif terdakwa memberikan rekaman kepada orang lain dalam dakwaan oleh JPU sebagai sesuatu yang sangat fatal. Hal itu bertentangan dengan ketentuan pasal 143 ayat2 huruf b KUHAP di mana dakwaan harus dirumuskan secara cermat, jelas dan lengkap. “Sehingga dakwaan penuntut umum ini seharusnya dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan,” tandasnya seperti dilansir dari SuaraNTB.com.
COMMENTS