JAKARTA - Kebijakan penghentian implementasi Kurikulum 2013 (K-13) secara menyeluruh dan berganti ke Kurikulum 2006 terus menimbulkan p...
JAKARTA - Kebijakan penghentian implementasi Kurikulum 2013 (K-13) secara menyeluruh dan berganti ke Kurikulum 2006 terus menimbulkan polemik. Salah satu poros pro-kotranya adalah, pihak-pihak yang berharap K-13 itu tetap dijalankan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) siap mengakomodir permintaan ini.
Jumat pekan lalu (5/12) Mendikbud Anies Baswedan mengumumkan revisi implementasi K-13. Kurikulum yang dirancang sejak 2011/2012 kembali dijalankan secara terbatas. Yakni di 6.221 unit sekolah jenjang SD, SMP, dan SMA serta SMK.
Direktur Jenderal Pendidikan Menengah (Dirjen Dikmen) Kemendikbud Achmad Jazidie di Jakarta kemarin menceritakan, dia pernah berkonsultasi kepada Anies apakah sekolah yang siap tetapi berada di luar 6.221 unit sekolah itu boleh terus menjalankan K-13. Anies lantas menjawab, sekolah diperbolehkan secara aktif mengusulkan implementasi K-13 secara mandiri, alias di luar program pemerintah untuk 6.221 unit sekolah itu.
“Saya memang tidak mengumumkan (implementasi di luar 6.221 sekolah, red) secara terbuka,” ujar Jazidie menirukan arahan Anies saat itu. Guru besar ITS Surabaya itu menjelaskan, Kementerian terbuka menerima surat pengajuan implementasi K-13 dari pihak sekolah.
Lantas kenapa Anies tidak langsung mengumumkan bahwa sekolah di luar 6.221 unit itu boleh menjalankan K-13? Jazidie tidak mengetahui secara pasti. Dia hanya bisa menduga, masksud dari Mendikbud Anies supaya sekolah itu lebih aktif dan bisa menunjukkan langsung kesiapan mereka ke Kemendikbud.
Meskipun peluang sekolah di luar sasaran implementasi itu dibuka, Jazidie hingga kemarin belum menerima surat pengajuan permohonan dari sekolah. “Mungkin sekolah masih bingung. Aslinya tidak perlu bingung,” tandas mantan direktur Kelembagaan dan Kerjasama Pendidikan Tinggi Kemendikbud itu.
Setelah menerima usulan dari sekolah, Jazidie mengatakan Kemendikbud akan menilai kelayakannya. Seperti apakah gurunya sudah dilatih atau buku pelajarannya sudah tersedia di sekolah. “Menurut saya sekolah akreditasi A itu sudah layak melanjutkan K-13,” paparnya.
Dukungan supaya sekolah yang siap diperbolehkan terus menjalankan K-13 juga disampaikan mantan Mendikbud Mohammad Nuh. Pria asal Surabaya itu kemarin berada di Jakarta untuk menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Usai dari Kuningan, markas KPK, Nuh beristirahat di rumah dinas Sekjen Kemendikbud di Jl Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat. Diskusi bersama mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) itu berlangsung santai sambil menyantap martabak.
Di eranya dulu, Nuh mempersilakan sekolah di luar sasaran implementasi pemerintah untuk menjalankan K-13. “Waktu itu istilahnya sekolah mandiri,” jelas Nuh. Pemerintah mempersilakan sekolah menjalankan K-13 secara mandiri karena pemerintah memiliki keterbatasan dana. Dia mengatakan dana pemerintah hanya cukup untuk membiayai implementasi K-13 di 6.221 unit sekolah
Waktu itu ada usul dari daerah-daerah yang memiliki keuangan sehat, di antaranya dari Kalimantan dan Sulawesi. Kepala daerah mengaku siap mendanai pelatihan guru dan pengadaan buku K-13 untuk implementasi secara mandiri. Dengan komitmen itu, akhirnya Nuh memberikan izin kepada mereka untuk menjalankan K-13 secara mandiri.
“Saya berharap saat ini juga begitu. Kemendikbud memberikan kesempatan kepada sekolah yang siap untuk tetap menjalankan K-13,” katanya. Dia tidak ingin Kemendikbud menetapkan kebijakan yang kaku. Yaitu kelanjutan implementasi hanya untuk 6.221 sekolah, sedangkan sisanya kembali ke Kurikulum 2006.
Selain itu, Nuh juga berharap Mendikbud Anies menjelaskan ke publik road map kebijakan kurikulum. “Apakah K-13 ini dibunuh secara perlahan atau diperbaiki dengan cara dijalankan terbatas, itu harus diklirkan,” papar Nuh.
Dari analisisnya, keputusan implementasi K-13 secara terbatas mulai semester genap Januari nanti belum jelas arahnya. Menurut Nuh, jika didasari atas kendala teknis seperti buku terlambat dan guru belum siap, maka keputusannya tidak harus mengembalikan implementasi K-13 menjadi terbatas. Namun membenahi urusan-urusan teknis tadi.
Sebaliknya jika dari konten K-13 itu dianggap “sesat”, maka dihentikan untuk semua sekolah. Nuh mengaku siap jika diundang ke Kemendikbud untuk berdiskusi soal implementasi K-13. Dia mengaku eman sekali jika pemerintah keliru mengambil kebijakan soal kurikulum.
Nuh mengatakan tim-tim perumus K-13 mulai diundang presentasi pemerintah Malaysia. Dia khawatir jika negeri jiran itu dalam waktu dekat menjalankan kurikulum yang diadopsi dari K-13 buatan pemerintah Indonesia. “Semua saya kembalikan ke Mendikbud. Saya sudah pensiun sekarang,” tandasnya lantas tertawa.
Sementara itu, polemik penggantian Kurikulum 2013 (K-13) ke Kurikulum 2006 coba diredam pemerintah.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, penghentian K-13 bukan karena kurikulum tersebut jelek, melainkan semata-mata untuk melakukan beberapa perbaikan. “Jadi tidak dicabut, hanya diperbaiki dulu penerapannya,” ujar JK di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, perbaikan kurikulum merupakan sebuah keharusan untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Sebab, kurikulum harus selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru. “Ilmu hayat berubah, teknologi berubah. Jadi, kalau tidak diperbaiki kurikulumnya, Anda semua tidak bisa mengikuti (perkembangan) pengetahuan,” katanya.
Karena itu, lanjut JK, sebagai bagian dari proses penyempurnaan, saat ini masih akan ada sekolah yang tetap memberlakukan K-13. Namun, untuk sekolah-sekolah lain yang dinilai belum siap, maka diberikan masa transisi selama kurang lebih satu tahun sebelum menerapkan K-13. “Jadi, masa transisinya kita tambah supaya mantap saat dilaksanakan,” ucapnya.
Hentikan Pemesanan Buku
Sementara itu, Irjen Kemendikbud Haryono Umar menyorot soal pengadaan buku K-13 untuk semester genap. Versi Haryono, pemda yang belum memesan buku itu supaya tidak melanjutkan pemesanan ke percetakan. “Untuk mengantisipasi masalah. Buku itu kan tidak dipakai,” kata mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, Selasa (9/12).
Haryono tidak tahu bahwa ternyata sudah banyak pemda yang terlanjur memesan buku ke percetakan. Sebab informasi yang dia terima ketika rapat pimpinan (rapim) evaluasi K-13, belum banyak pemda yang sudah memesan buku. Dia menjelaskan urusan keakurasian data di lingkungan Kemendikbud memang perlu diperbaiki.
Menurut Haryono, anggaran pemerintah terpakai sia-sia jika buku K-13 yang sudah dipesan dan dikirim ke sekolah itu ternyata tidak dipakai.(wan/owi)
COMMENTS